Senin, 16 Juli 2007

SUNAN AMPEL BERDARAH CINA

Penelitian: Sunan Ampel Berdarah Cina

Surabaya, NU Online

Hasil penelitian dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Ampel Surabaya, Drs H Sjamsudduha dalam penelitian sejak 1971 menyimpulkan bahwa Sunan Ampel yang merupakan "guru" para wali itu ternyata keturunan Cina. Dalam penelitian itu disebutkan, ibu Sunan Ampel berasal dari Campa, Cina.
"Ada sejarahwan yang bilang Campa itu Jeumpa di Aceh Utara, lalu saya melakukan penelitian ke Aceh, ternyata Jeumpa itu kerajaan pra Islam dan bukan pelabuhan yang mempunyai hubungan dagang dengan Pasai atau Jawa, karena itu Campa itu bukan Jeumpa, apalagi peneliti Aceh sendiri menyebut Campa itu di Indocina," katanya di Surabaya, Rabu.
Ia mengemukakan hal itu dalam bedah buku "Sunan Ampel, Guru Para Wali di Jawa dan Perintis Pembangunan Kota Surabaya" yang ditulisnya sejak 1971 dalam bentuk skripsi dan akhirnya diterbitkan sebagai buku dalam rangka "Festival Internasional Ampel 2004" pada 27 Juni - 27 Juli 2004 dengan 19 rangkaian kegiatan.
Menurut Sjamsudduha, ayah Sunan Ampel sendiri bernama Ibrahim yang berasal dari Arab, sedangkan nama ibunya beragam, diantaranya Retna Sujinah, Retna Dyah Siti Asmara, Darawati, Dewi Candrasasi atau Dewi Candrawulan, namun semua sumber sepakat bahwa ibu Sunan Ampel adalah seorang putri bangsawan Campa.
Buku yang ditulis berdasarkan bukti tertulis seperti Babad Tanah Jawi, telaah interteks, dan telaah teori serta tesis itu, katanya, juga menumbangkan teori Prof Dr Slamet Mulyono bahwa Sunan Ampel itu merupakan "aktor intelektual" runtuhnya Kerajaan Majapahit dan lunturnya ajaran agama Hindu Jawa.
"Profesor Slamet Mulyono menilai runtuhnya Majapahit itu tak lepas dari komunitas muslim Cina di bawah pimpinan Sunan Ampel yang menyerang Majapahit dengan memanfaatkan fanatisme agama, tapi hasil penelitian saya justru meragukan kesimpulan itu, karena Majapahit runtuh pada 1527 dan bukan 1478, sedangkan Sunan Ampel sendiri wafat pada 1484," katanya.
Selain itu, katanya, teks-teks yang ada justru menemukan penyebab keruntuhan Kerajaan Majapahit adalah pemberontakan Raja Keling yang merupakan bawahan Kerajaan Majapahit yang terletak di sekitar Kediri.
Dalam bukunya itu, Sjamsudduha juga mengupas ajaran Sunan Ampel yang berfaham Ahlussunnah wal Jamaah dalam akidah (keimanan), bermadzhab Imam Syafi’i dalam fiqh (hukum Islam), dan mengajarkan Thariqat Naqsyabandiyah dalam tasawuf.
Selain itu, Sunan Ampel yang bernama kecil Raden Rahmat itu berjuang dengan cara dakwah, pendidikan kepesantrenan, pembangunan kota Surabaya, dan pendidikan kader dakwah.
“Masjid Ampel yang sudah mengalami renovasi berkali-kali itu merupakan pusat perkembangan bagi kampung-kampung di Surabaya, karena itu Sunan Ampel adalah peletak dasar dan perintis dari perkembangan kota Surabaya," katanya.
Sementara itu, guru besar Universitas Negeri Malang (UNM) Prof Dr Abdul Mustopo menilai penelitian Sjamsudduha cukup penting dan karenanya harus dilanjutkan peneliti lain, karena masih banyak manuskrip tentang Sunan Ampel yang belum diungkap. "Misalnya, Sunan Ampel itu pernah mondok di Malaysia," katanya.(mkf/an)

Tidak ada komentar: